November 25, 2024
Daerah Peristiwa

Prajuru Desa Adat Serangan Akui Jalan Yang Ditutup di Serangan Milik Orang Tua Siti Sapurah 

Denpasar-kabarbalihits 

Terjadinya saling klaim kepemilikan tanah pasca ditutupnya jalan sisi timur Kampung Bugis Serangan, Denpasar pada Rabu (9/3/2022) lalu, Bendesa Adat Serangan bersama prajuru menyampaikan pernyataan klarifikasi atas kejadian tersebut, bahwa jalan itu ditegaskan milik Orang Tua Siti Sapurah. 

Baga Palemahan Desa Adat Serangan I Wayan Sukeratha menegaskan, berdasarkan data surat pipil yang dimiliki Desa Adat Serangan, jalan yang di hotmix seluas 7 are diatas lahan seluas 112 Are adalah milik orang tua Siti Sapurah, yakni almarhum Daeng Abdul Kadir. 

Dimana sebelumnya pihak PT Bali Turtle Island Development (BTID) menyebut bahwa tanah seluas 7 are tersebut adalah milik BTID berdasarkan sertifikat SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor SK.480/Menlhk-Setjen/2015. 

“Ini data yang kami tunjukkan. Secara data sudah jelas tanahnya ada disekitar sini 112 are (menunjukkan gambar peta). Sesuai data jalan itu masuk sesuai gambar,” ucap Wayan Sukeratha di Rumah Bendesa Adat Serangan (12/3/2022). 

 

Namun Bendesa Adat Serangan I Made Sedana menyatakan tidak tahu asal usul kepemilikan tanah yang difungsikan sebagai jalan di wilayah tersebut. Sebelum penutupan jalan, pihaknya telah menerima informasi dari Siti Sapurah yang akrab disapa Ipung sehari sebelumnya melalui salah satu Prajuru Desa Adat Serangan. 

“Bahwa akan ada penutupan jalan dan kami juga menyarankan kepada prajuru untuk menyampaikan kepada ipung agar penutupan jalan itu tidak dilakukan. Namun hal tersebut tetap dilakukan, sehingga membuat kami kaget,” kata Jero Bendesa.

Kemudian setelah mendapatkan data dari Prajuru Desa melalui Baga Palemahan Desa Adat Serangan, Jero Bendesa membenarkan bahwa tanah seluas 7 are yang dijadikan jalan adalah milik Daeng Abdul Kadir. Terkait alasan tanah itu dijadikan Jalan umum, Jero Bendesa tidak mengetahuinya sama sekali. Hanya mengetahui jalan tersebut di hotmix saat baru menjabat menjadi Bendesa. 

“Karena itu sudah ada sebelum saya menjabat jadi Bendesa. Sehingga mendapatkan yang sudah ada, cuma pada Tahun 2016 kebetulan ada bantuan Pemerintah Kota Denpasar memberikan bantuan hotmix, sehingga kami menerima surat antara Desa dengan BTID,” jelas Jero Bendesa. 

Pada kesempatan itu, Jero Bendesa memperlihatkan surat dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali tertanggal 9 Maret 2022, yang ditujukan kepada Bendesa Adat Serangan terkait informasi batas kawasan hutan Tahura Ngurah Rai. Bahwa lokasi tanah tersebut tidak berada maupun tidak berbatasan langsung dengan kawasan hutan Kelompok Hutan Prapat Benoa (RTK.10) wilayah pengelolaan UPTD. TAHURA Ngurah Rai dengan peta terlampir.

Selanjutnya, diperlihatkan surat dari BPN Kota Denpasar tertanggal 8 Maret 2022, terkait tanggapan permohonan blokir atas HM Nomor 879/ Desa Serangan atas nama Desa Adat Serangan tidak memenuhi persyaratan yang ditujukan kepada pihak BTID. Dimana isinya tertulis; 

Yth. Sdr. I Made Sumantra, S.H/GM Security-Emergency Response & Community Partnership PT. BTID di Jalan By Pass Ngurah Rai, Simpang Serangan Nomor 1 Suwung, Denpasar-Bali. 80223.

Sehubungan dengan surat saudara tertanggal 25 Februari 2022 Nomor : 21/BTID-2/GM-MS/2022, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 

  1. Bahwa alasan permohonan pemblokiran atas HM Nomor 879/Desa Serangan atas nama Desa Adat Serangan tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.
  2. Bahwa persyaratan pengajuan blokir oleh badan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 6Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita adalah dengan melampirkan fotocopy Akta Pendirian Badan Hukum (dalam hal ini PT. BTID) dan bukti hubungan hukum pemohon dengan tanah antara lain seperti surat gugatan di pengadilan atau putusan pengadilan yang terkait dengan obyek tanah yang dimohon pemblokiran.

                                                   Demikian disampaikan untuk perhatiannya. 

                                                  Plt. Kepala Kantor Pertanahan Kota Denpasar

                                                  Agus Apriawan, S .T., S.H.,M.Kn

Ditemui terpisah, Siti Sapurah menyampaikan terima kasih atas klarifikasi dari Jero Bendesa dan Prajuru Desa Adat Serangan, dikatakan Desa memang memiliki fakta berupa surat-surat terkait keberadaan tanah tersebut. 

“Dari akta jual beli, pipil ada di Kantor Kelurahan, bahkan putusan-putusan sudah saya serahkan kepada Desa mulai dari tahun 2009. Jadi mereka semua punya data saya, ditambah lagi dengan ada pengklaiman tanah dari BTID mengatakan tanah eks eksekusi sampai ke jalan yang saya tutup adalah milik BTID, Desa Adat juga minta tolong saya untuk menyurati BPN. Akhirnya BPN sudah menjawab, bahwa BPN tidak bisa melakukan pemblokiran atas permintaan BTID, karena tidak sesuai dengan prosedur hukum,” terang Ipung. 

Juga berdasarkan dikeluarkannya SK.9410/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2019 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Bali, dijelaskan bahwa tanah areal eksekusi dan  jalan tersebut tidak termasuk areal Kehutanan atau areal BTID. 

Ipung merasa keberatan, sebab BTID dinilai terlalu berani mengeluarkan HGB (sertifikat Hak Guna Bangunan) atas jalan yang dibuat di atas areal tanah miliknya, juga keberatan kepada pejabat yang mengeluarkan SK atas tanah miliknya yang telah di hotmix atas permintaan Jero Bendesa.

“Secara data Jero Bendesa mengetahui tanah itu milik Daeng Abdul Kadir yang luasnya 112 are. Jadi janganlah hanya jadi seorang pejabat publik seenaknya mengeluarkan SK dan mengklaim tanah rakyat,” pungkasnya. 

Baca Juga :  Aktivis Anak dan Perempuan Ipung Nilai Polres Tabanan Diskriminasi Hukum Terhadap Korban Anak

Diharapkan, setelah masalah ini selesai pihak-pihak yang mengklaim tanah miliknya untuk mengakui kesalahan dan kekeliruan yang diperbuat. 

“Jika memang tanah itu dipergunakan untuk umum saya tidak keberatan, ajak saya bicara. Ini tanah 7 are yang bapak-bapak tidak akui, sedangkan yang bersebelahan dengan tanah saya cuma dipakai sekian meter kok diakui milik perorangan. Kalau ini memang mau digunakan sebagai jalan, silahkan. Tapi bicaralah tentang kompensasi apa yang anda inginkan. Tapi kalau tidak, saya tidak mengancam, saya akan bongkar itu jalan raya,” tutupnya. (kbh1)

Related Posts