October 14, 2024
Video

Perempuan Cantik Histeris Saat Pelebon Raja Pemecutan XI, Blak-Blakan Ungkap Jati Dirinya 

Denpasar-kabarbalihits 

Masih membekas kehadiran sosok perempuan cantik yang histeris ditengah prosesi Pelebon Ida Cokorda Pemecutan XI atau A.A Ngurah Manik Parasara di Setra Badung pada 21 Januari 2022 lalu. 

Tentu orang yang menyaksikan peristiwa saat itu di Setra Badung menjadi penasaran, sehingga banyak yang bertanya-tanya identitas perempuan berambut panjang tersebut. 

Perempuan yang diketahui bernama Ni Komang Suryaningsih asal Desa Dausa, Kintamani tersebut secara blak-blakan memberitahukan hubungannya dengan Raja Pemecutan XI dihadapan media di Kawasan Sanur, Denpasar (11/2/2022). 

Awalnya, Suryaningsih memperkenalkan diri dan memberikan penjelasan terkait kejadian saat Pelebon Ida Cokorda Pemecutan XI (ICP XI) di Setra Badung (21/1).

“Nama tiyang Ni Komang Suryaningsih, SH. maaf sebelumnya nama tiyang Ni Komang Suryani, kira-kira tahun 2002 Almarhum Bapak tiyang mengubah nama tiyang menjadi Ni Komang Suryaningsih, dengan tujuan agar kehidupan tiyang kedepan menjadi lebih baik,” Katanya. 

Dilanjutkan, Suryaningsih mengenyam pendidikan SD, SMP di Desa Dausa, Kintamani, namun melanjutkan pendidikan menengah atas ke SMA N 4 Singaraja pada tahun 1991. Kemudian pada tahun 1994 ia kuliah di Fakultas Hukum Unud.

 

Pertemuannya dengan Ida Cokorda Pemecutan XI diakui kira-kira pada tahun 2008, dan melangsungkan Upacara Byakaon pada 26 April 2016, yang menurutnya sah sebagai istri secara Niskala. 

“Tiyang bisa dibilang istri ICP XI yang sah di niskala, belum sah di Negara dan Adat,” Jelasnya. 

Saat Ida Cokorda Pemecutan XI sakit, ia tidak bisa membesuk, hanya bisa mendoakan memohon kesembuhan. Hal tersebut disebabkan karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk membesuk atau membantu merawat Ida Cokorda Pemecutan XI. 

“Tiyang cuma bisa mendoakan dari jauh dan melakukan persembahyangan ke Pura-Pura untuk memohon kesembuhan beliau. Tiyang juga komunikasi dan menyampaikan perasaan melalui sms yang tiyang kirim ke Nomor HP beliau, hampir setiap hari, yang dikenal dengan istilah ‘telepati’. Dengan harapan kesehatan beliau cepat pulih seperti sedia kala. Karena menurut Dokter yang merawat, daya ingat beliau sudah semakin menurun,” Bebernya. 

Setelah Ida Cokorda Pemecutan XI meninggal dunia, (22/12/2021) ia mengaku kerap melihat penampakan di langit beberapa mirip wajah, seperti sosok ICP XI, Ida Nak Lingsir, dan sosok lainnya. 

Sehingga Ni Komang Suryaningsih berinisiatif bertanya ke ‘Orang Pintar’ akan kejadian yang dialaminya (Karena banyak orang bilang mungkin almarhum ingin menyampaikan pesan ke tiyang). Kemudian ia menerima pesan dari ICP XI usai ‘nunas baos’, yakni membawa perlengkapan yang akan dibakar saat pelebon dan menghaturkan 3 pejati ke tempat yang dituju. 

“Waktu pelebon, tiyang diminta harus datang dengan membawa pengangge dan barang-barang perlengkapannya, seperti yang tiyang lempar ke api saat itu. Pesannya kalau bisa ditaruh di dada dan sentuh kaki ICP XI, tapi kalau tidak diijinkan mundur dulu tunggu sampai layon dibakar dan barang-barang itu harus dilempar ke dalam api. Diantara barang-barang tersebut ada surat penting dari tiyang untuk ICP XI, itu katanya yang harus sampai terbakar api.” Ungkapnya. 

“Tiyang diminta bikin 3 pejati untuk di haturkan setelah selesai pembakaran layon, untuk di Pura Prajapati, Pengesengan, dan Segara, katanya Banten itu yang akan ikut mengantar perjalanan beliau menuju sunia loka,” Lanjutnya. 

Menuruti kata dari ‘Orang Pintar’ tersebut bahwa Upacara byakaon telah dilaksanakan sebelumnya telah sah secara niskala. Maka Jero Suryaningsih sapaannya, bertekad melaksanakan permintaan terakhir ICP XI, seperti yang terjadi saat prosesi Pelebon di Setra Badung. 

“Seorang diri tiyang nerobos masuk diantara lautan manusia, bisa dibilang saat itu, walaupun bertaruh nyawa pun akan tiyang lakukan untuk memenuhi keinginan terakhir ICP XI. Sampai di bawah lembu, secara spontanitas tiyang nangis tak terkendali, dan setelah layon dimasukan ke lembu, tiyang  berusaha mendekat dengan tujuan diijinkan naik menaruh pengangge dan lain-lain. Tapi secara tegas tiyang ditolak dan dilarang, sehingga tiyang mundur, nah pas mundur mau jalan ke tempat yang agak jauh, lagi-lagi tanpa tiyang bs kendalikan, tiyang berteriak keras sekali, terus balik badan untuk sembahyang dan sungkem di bawah lembu. Habis itu baru mencari tempat yang agak jauh, sambil nunggu layon di bakar,” Tuturnya. 

“setelah itu, kejadiannya kan semua sudah tahu dengan melihat video yang beredar, mengenai barang-barang yang dilempar itu ada beberapa yang belum disebut, seperti handuk kaca mata jam tangan, alat pembersih lidah, kaos dan celana dalam warna putih,” Lanjutnya kembali. 

Pada saat itu Suryaningsih juga memberi pakaian bernuansa merah kepada almarhum Ida Cokorda Pemecutan XI, karena dinilai beberapa tahun terakhir ICP XI kerap memakai pakaian berwarna merah. 

“Tiyang diminta beliin selendang dan saput yang ada warna merahnya, makanya tiyang beli beberapa selendang, dan saput yang kembang-kembang atau bunga-bunga merah,” Katanya.

Lainnya, ia membekali uang sebesar Rp 17.400 ribu, dimaknai sebagai angka ulang tahun Ida Cokorda Pemecutan XI dengan Jero Suryaningsih, yakni 17/04/1945 kelahiran Ida Cokorda Pemecutan XI dan 17/04/1976 kelahiran Ni Komang Suryaningsih.

Mengenai wewangian kesukaan Ida Cokorda Pemecutan XI semasa hidup, dikatakan khusus menyukai wangi parfum opium dan dibeli di toko isi ulang. 

“Beliau punya parfum Ori, tapi Beliau lebih suka pakai parfum isi ulang, yang sering Beliau beli di toko dekat patung suci, disana langganan ICP XI, ini salah satu wujud  kesederhanaan beliau. Tiyang sering nganter beli disana. Disana merupakan salah satu tempat ‘bersejarah’ bagi tiyang dan ICP XI, banyak kenangan. Kalau beli Parfum tidak pernah turun dari mobil, cukup buka kaca dan panggil penjualnya,” Kenang ceritanya. 

Dijelaskan kembali, pesan Ida Cokorda Pemecutan XI yang lain adalah setelah selesai upacara di Setra dan keluarga Puri sudah berangkat ke pantai Kuta, kemudian ia menyusul menghaturkan pejati di Pura Prajapati, Pengesengang, dan Segara Matahari Terbit. 

“Setelah selesai di segara baru plong rasanya, ‘tugas’ yang dipercayakan ke tiyang akhirnya bisa tiyang selesaikan,” Imbuhnya.

Meski tindakannya dianggap keliru karena ‘Pernikahannya’ tanpa sepengetahuan keluarga Puri Pemecutan, namun ada alasan tertentu yang membuat hubungan pribadi ini bisa berlangsung. 

Pada kesempatan ini, secara tulus ia menyampaikan permohonan maaf yang ditujukan kepada keluarga Ida Cokorda Pemecutan XI dan keluarga besar Puri Pemecutan.

“Dari hati yang paling dalam, tiyang betul-betul ingin minta maaf sebesar-besarnya kepada keluarga Ida Cokorda terutama yang pertama, Ratu Biyang A.A Ayu Suryaningsih, kedua A.A Sagung Ratna Ambar Sari, ketiga A.A Ngurah Agung Damar Negara, keempat A.A Sagung Mas Indah Sari, terakhir A.A Ngurah Gede Agung Kerta Gama, nike istri dan anak-anak Ida Cokorda Pemecutan. Atas nama tiyang atas nama Ida Cokorda Pemecutan, mohon maaf sedalam-dalamnya karena keberadaan tiyang di keluarga Ida Cokorda Pemecutan sudah pastinya bikin mereka tidak nyamanlah selama tiyang ngiring Ida Cokorda, tapi apa boleh buat itu semua sudah terjadi.

Tiyang ten purun sareng keluarga ICP XI, Istri dan Anak2 Beliau, akan tetapi tyg lebih2 ten purun, hormat, bakti sareng ICP XI, karena bagi tiyang ICP XI adalah ‘anugerah’ bagi tiyang. Terkhusus untuk Keluarga besar Puri Pemecutan, dengan tulus dari hati tiyang yang paling dalam, titiang nunas geng sinampura sawireh titiang sampun purun ngiring pikayun ICP XI, padahal titiang tahu dan sadar kalau derajat titiang sangat jauh berbeda, bagai bumi dan langit. Beliau seorang Raja dari keluarga Raja Agung, sementara titiang cuma rakyat jelata, berhasal dari keluarga yang sederhana di desa. Akan tetapi, semua sudah terjadi, sudah berlalu, sudah terjadi kekeliruan karena keadaan. Tiyang cuma berharap semoga kedepannya semua ‘kekeliruan’ bisa dicarikan jalan keluarnya untuk kebaikan kita bersama.

Untuk keluarga besar tiyang, untuk semua orang yang tiyang kenal, maupun tidak, kalau ada tiyang dan atas nama ICP XI melakukan kesalahan, baik itu disengaja ataupun tidak disengaja mohon kami dimaafkan. Kita sebagai manusia biasa, begitu juga ICP XI selama hidup pasti pernah melakukan kesalahan dan berbuat dosa, untuk itu sekali lagi tolong maafkan kami. Kalau boleh tiyang minta sekali lagi, mengingat ICP XI mangkin sampun Lebar (meninggal dunia) mari kita kenang atau ingat sisi-sisi baik dari Beliau saja, jangan lagi kita mengingat atau mengenang kesalahan-kesalahan, dosa-dosa beliau semasa Beliau masih hidup, terima kasih,” Harapnya. 

Ditambahkan, saat ia melakukan upacara byakaon selain dengan Ida Cokorda Pemecutan XI, juga berlangsung dengan keris. Dimana menurut Ida Cokorda Pemecutan XI, bahwa keris tersebut adalah keris dari majapahit.

“Beliau mewanti-wanti tiyang untuk menjaga keris itu baik-baik seperti menjaga jiwa nyawa tiyang sendiri. Juga ICP XI sering bilang ke tiyang bahwa keris itu akan menjaga tiyang,” Imbuhnya. 

Baca Juga :  Pertemuan dengan USAID, Menteri AHY Bicara Target Pendaftaran Tanah dan Keberlanjutan Pembangunan Indonesia

Diceritakan kembali, seusai Upacara Pelebon secara tidak sengaja ia melihat tayangan video di Channel youtube prosesi pelebon saat menurunkan galih (tulang) Ida Cokorda Pemecutan XI. Menurut pengamatannya kumpulan galih tersebut terlihat seperti sosok bayangan ‘Hyang Semar’ dan diatasnya sosok bayangan ‘Ida Cokorda Pemecutan XI’ memakai destar dan kacamata. 

“Ditempat yang sama, disebelah nike ada penampakan sosok perempuan cantik pakai jilbab, menurut tiyang pribadi mungkin itu leluhur ‘Ida Ratu Kramat’ mungkin. Dibawahnya ada penampakan perempuan dan laki-laki yang sudah lingsir, kemungkinan guru rupaka Atu (sebutan kepada Ida Cokorda) mungkin,” katanya. 

Ia pun berencana kedepannya mulai mencari pekerjaan untuk bisa melanjutkan hidup, dan Ia berharap rezekinya dilancarkan, agar bisa mewujudkan keinginan-keinginan Almarhum yang sering dibicarakan yang belum bisa terwujud.

“Agar beliau tidak ada ganjalan ‘utang’ didunia ini sehingga Almarhum bisa tenang di alam sana. Salah satu keinginan Almarhum untuk smbahyang ke Pura Besakih (kawitan) sudah tiyang wujudkan, waktu Beliau sakit tiyang nangkil ke Pura Kawitan beliau untuk memohonkan maaf dan memohon kesembuhan Almarhum,” Tutupnya. (kbh) 

Related Posts