Wesna Astara Dikukuhkan Sebagai Guru besar, Sekaligus Menjadi Kado Istimewa Unwar di Awal 2022
Denpasar-kabarbalihits
Universitas Warmadewa (Unwar) telah melahirkan 14 orang guru besar. Setelah I Wayan Wesna Astara sukses menuntaskan proses guru besarnya, kini akademisi Unwar ini berhak menyandang gelar Profesor.
Setelah Prof. Dr. Drs. I Wayan Wesna Astara, SH., MH., M.Hum melengkapi koleksi guru besar Unwar, seharusnya Unwar memiliki 14 guru besar, namun belum lama ini Prof. Irianto telah berpulang, sehingga tersisa 13 orang guru besar. Prof. Wesna tercatat sebagai guru besar bidang Ilmu Hukum ke dua di Fakultas Hukum Unwar.
Gelar guru besar tentunya menjadi mimpi semua dosen, sebagai pucak pendakian akademis. Namun, untuk mencapai ke jenjang itu, tidak mudah. Butuh kerja keras super ekstra untuk mewujudkannya.
“Saya berproses sejak 2012. Tapi sempat mandeg. Akhirnya terwujud tahun ini. Motivasi terbesar saya adalah membantu hak-hak hukum masyarakat kurang mampu saat menghadapi persoalan,” tutur Prof. Wesna.
Selain menjalankan profesi sebagai dosen ilmu hukum, Prof. Wesna juga dikenal sebagai lawyer atau pengacara di Bali. Ia konsen membela masyarakat kurang mampu terutama di pedesaan. Ia juga seorang Kertha Desa yang menjalankan fungsi mediasi warga yang bersengketa, umumnya masalah perceraian.
Untuk meraih gelar Profesor, Wesna berbagi tips kepada para akademisi yang sedang berjuang. Salah satu kuncinya yakni membangun relasi seluas-luasnya dengan akademisi lain yang lebih berpengalaman dari berbagai perguruan tinggi.
“Saya selalu bangun komunikasi, minta tips dan arahan dari teman-teman di Universitas Gadjah Mada, Unud dan sebagainya,” imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakan kendala yang selama ini ditemui adalah sulitnya menembus publikasi ilmiah pada jurnal terindeks Scopus. Ia melihat, sebagian besar dosen masih berpaku pada tugas mengajar, padahal pengabdian dan penelitian juga wajib dilaksanakan. Setelah melakukan pengabdian dan penelitian, sambung Wesna, luarannya sesegera mungkin harus dipublikasikan di jurnal.
Sementara pada orasi ilmiah guru besarnya, Wesna mengangkat topik “Pertarungan Politik Budaya dan Politik Hukum dalam Pengelolaan Ekowisata berbasis Kearifan Lokal: Sebuah Refleksi”. Lewat kaca mata akademisinya, ia melihat pariwisata Bali yang mengusung ekowisata perlu didiskusikan lebih intensif. Pasalnya, berdasarkan UU Nomor 9/2009 tentang Kepariwisataan, ekowisata tidak disebutkan.
Namun setelah terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33/2009 tentang Pedoman Pariwisata, kata ekowisata mulai menampakkan diri. Namun tetap ada kekosongan hukum di pasal 5 dan 6 permendagri tersebut.
Menurutnya, Bali memiliki nilai kearifan lokal Tri Hita Karana, yang mengatur kehidupan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia serta alam. Sehingga, konsep ini sudah matching dengan ekowisata meski tidak mengikuti pola UU 9/2009 serta Permendagri 33/2009. “Yang penting merujuk pada potensi desa masing-masing,” jelasnya.
Pola ekowisata Bali yang tidak mengikuti pola UU, lanjut dia, persis ketika Bali dan Papua ‘menolak’ UU tentang pornografi. “Misalnya di Bali ada tari kecak. Itu penarinya memang telanjang dada, bukan pornoaksi. Begitu pun Papua dengan budaya kotekanya. Itu bukan porno, tapi kearifan lokal yang patut dilestarikan,” tuturnya.
Rektor Universitas Warmadewa, Prof. dr. Dewa Putu Widjana, DAP&E., Sp.ParK., mengucapkan selamat kepada Prof. Wesna yang telah berjuang dengan sangat gigih untuk meraih gelar guru besar. Ia berharap Prof. Wesna akan memberikan prestasi gemilang bagi Unwar setelah menjadi guru besar.
“Kami dorong terus dosen-dosen untuk melanjutkan pendidikan. Bahkan dosen yang mau berjuang menjadi guru besar langsung kami berikan dana Rp. 30 juta, sebagai motivasi. Karena mereka pasti membutuhkan biaya besar, ” ungkap Prof. Widjana.
Sementara Ketua Yayasan Kesejahteraan Korpri Propinsi Bali (YKKPB), Dr. Drs. A.A. Gede Oka Wisnumurti, M.Si., mengapresiasi Prof. Wesna yang telah berhasil meraih gelar guru besar. Wisnumurti yakin ke depan akan lebih banyak lagi dosen Unwar meraih gelar guru besar. Pada 2022- 2023 ia harapkan lebih banyak lagi guru besar yang bisa dilahirkan dan pihaknya punya keyakinan itu bisa diraih. Karena dosen di Unwar, 60 persen sudah bergelar doktor, kemudian dari doktor ke lektor kepala dan guru besar, ini kemungkinan besar akan bisa diraih.
“Lima tahun ke depan, paling tidak kita memiliki 25 profesor, dan tentu target ini sangat realitis karena kita tahu SDM kita, kualifikasi dosen yang kita punya,” pungkasnya. (kbh2)