October 14, 2024
Daerah Seni Budaya

Pelebon Raja Pemecutan XI Dinilai Tidak Megah, A.A Ngurah Rai Sudarma : Banyak Yang Mampu Bikin Upacara Seperti Ini

Denpasar-kabarbalihits

Rangkaian Pelebon Raja Pemecutan XI Denpasar, Anak Agung Ngurah Manik Parasara berjalan dengan lancar meski kerumunan tidak dapat dihindari. Antusias warga Denpasar untuk menyaksikan prosesi Upacara Pelebon terlihat sejak pagi (21/1/2022).

Ketua Umum Upacara Pelebon yang juga Bendesa Adat Denpasar, Anak Agung Ngurah Rai Sudarma menyampaikan, pada prosesi Pelebon Ida Cokorda Pemecutan XI pada 21 Januari, dimulai pukul 03.00 Wita. Selanjutnya Pukul 06.00 Wita dilaksanakan Marisuda Bumi yang dilakukan di Setra Badung. 

“Marisuda Bumi artinya membuat tempat pebasmian supaya suci. Maka harus tepat pada saat pembuatan tidak ada yang boleh lewat pada areal tanah di marisuda bumi,” Jelasnya. 

Kemudian upacara melaspas ditujukan untuk seluruh perlengkapan yang akan dibawa ke setra, seperti Bade Tumpang 11, pebasmian, termasuk trajangan alat bantu untuk mengusung jenasah ke Bade. 

Pada pukul 12.05 Wita jenasah Anak Agung Ngurah Manik Parasara diturunkan dari tempat saren murda (tempat khusus orang meninggal), secara umum dinamakan bale gede yang dilanjutkan dengan iring-iringan menuju setra. 

“Serangkaian dengan ini, persiapan dari tekok jago dimana mebade awin namanya ikatan-ikatan daripada semua rangkaian peed, topikunambi, nini totok, pekak totok, itu langsung dibawa ke kuburan dengan ogoh-ogoh,” Bebernya. 

Menjadi unik di Puri Agung Pemecutan pada pukul 11.00 Wita, yakni adanya persembahan tarian Rodat dari Kampung Islam Kepaon, dimaknakan sebagai penghormatan terakhir untuk Raja Pemecutan XI. 

“Sebab tidak ikut ke setra badung, hari jumat harus menyelesaikan kewajiban sholat, sehingga dia majukan tidak ikut ke setra badung tetapi dia mengucapkan atraksinya di depan saren gede,” Katanya. 

Upakara yang digunakan pada Pelebon ini adalah upakara utamaning utama, yang dimaksudkan untuk menghormati sebagai penglingsir, dimana keseluruhan Upacara ini dipuput oleh 11 Sulinggih. 

Pihaknya tidak memikirkan mengenai dana yang dikeluarkan meski warga beranggapan Pelebon ini sebagai upacara yang megah. Menurutnya filsafat dari penyelenggaraan upacara ini adalah keiikhlasan. 

“Sehingga tidak ada istilahnya profit oriented. Kita semata-mata percaya dengan pelaksanaan ini segala dampak akibat oleh perbuatan beliau teramini, sesane beliau sebagai penglingsir dan keaktifan yang ditinggalkan ini bisa kuat lahir batin, soal biaya relatif,” Terangnya. 

Anak Agung Ngurah Rai Sudarma tidak setuju Plebon ini diklaim sebagai Upacara yang megah, karena dinilai banyak orang yang mampu melaksanakan upacara serupa. 

“Banyak orang yang mampu kok bikin upacara seperti ini, tetapi kita ini berpikir karena sesane beliau saja. Bahkan untuk ukuran seperti itu tidak selalu berpikir karya itu tingkatannya seperti ini,” Tambahnya. 

Baca Juga :  Bali Akan Menjadi Tuan Rumah GPDRR, Menjadi Momentum Kolaborasi Untuk Tangguh Bencana

Ditambahkan, upacara Pelebon ini kembali dilakukan setelah 30 tahun lalu Raja Pemecutan X mangkat (Ayahnda Anak Agung Ngurah Manik Parasara). 

“Mungkin generasi ke 12 tidak akan membuat seperti ini lagi. Tapi kalau memang berprinsip istilahnya 5 P menurut saya, Puri, Para, Purana, Pura, Purohita. Purohita yaitu figur seperti beliau. Nah mampu nggak generasi ke 12 menumbuhkan Purohita, yang mengayomi seluruh umat. Tersirat juga dalam awig-awig desa adat Denpasar. Biarkan generasi ke 12 yang menentukan itu,” Pungkasnya. (kbh1) 

Related Posts