Tuksedo Studio Produksi Mobil Klasik Handmade Bali, Diburu Kolektor Dunia
Gianyar-kabarbalihits
Siapa yang tidak terpesona, kendaraan roda empat klasik tahun 1950-an mampu diproduksi dengan karya seni handmade, hingga diburu para kolektor di seluruh dunia. Pembuatan berbagai karya Mobil klasik eropa ini dapat ditemui di bengkel restorasi di Ketewel, Kabupaten Gianyar, dinamai Tuksedo Studio Bali.
Owner Tuksedo Studio, Pudji Handoko menyampaikan, produksi mobil klasik ini berawal dari hobinya di Otomotif, dan keinginannya memiliki salah satu mobil klasik yang harganya puluhan miliar tidak terjangkau terbeli. Sehingga tercetus ide untuk membuat replika mobil klasik dibentuk dari tempaan aluminium yang tebal di bengkelnya.
“Saya punya ide pingin punya, ya buat. Komitmen saya arsitek, dari membaca gambar apa saja, termasuk gambar kerjanya mobil juga masih bisa. Dari situ kita buat,” Ucap Pudji Handoko di Tuksedo Studio, Ketewel, Gianyar (2/10).
Dalam perjalanannya pria kelahiran Jogjakarta berusia 60 tahun ini, bertemu seorang kolektor dan menjadi partner kerjanya saat ini. Sehingga ia mendapat tantangan untuk memproduksi lebih banyak mobil klasik dengan harga diatas 10 Miliar.
“Dari situ tergugah memperbanyak. Membuat jenis mobil legend yang harganya tidak murah, karena biaya pembuatan sendiri mahal. Saya bikin mobil harganya yang diatas Rp 10 Miliar baru saya buat dan tidak diproduksi,” Ungkapnya.
Diakui hampir semua jenis kendaraan klasik mampu dibuatnya. Pudji sapaannya, telah berhasil memproduksi dan merestorasi mobil klasik seperti Porsche 356 Speedster (1957), Porsche 356 A Coupé (1955-1959), Porsche 550 Spyder (1953-1956), Mercedes Benz 300 SL Gullwing (1954-1957) serta berbagai tipe klasik lainnya di Tuksedo Studio, yang resmi didirikan 5 tahun lalu.
“Yang sekarang berjalan ada 6 tipe kendaraan, mulai dari Porsche, Mercedes Gullwing, Toyota 2000 GT 1968 mobil jepang legend, ada BMW 507, dan lainnya yang menurut saya sangat mungkin dibuat di Indonesia,” Bebernya.
Disebutkan peminatnya hampir semua kolektor mobil klasik, baik dalam negeri maupun luar negeri. Baginya memiliki mobil klasik menjadi impian bagi kolektor.
“Itu sudah impian, jadi ini koleksi mobil satu dunia tersendiri menurut saya. Coba bayangin ada mobil harganya Rp 200 miliar ya dibeli sama orang, itu kadang kita tidak berpikir. Ya memang itu adanya,” Ujarnya.
Dikatakan untuk satu mobil handmade karyanya, menghabiskan biaya produksi hingga 20 persen dari harga mobil klasik aslinya.
“Mahal ya, karena benar-benar handmade. Kalau mahal laku artinya kualitasnya juga pasti mahal, berarti sesuai. Kalau mahal nggak laku itu baru boleh diprotes. Kita belajar membuat barang yang berkualitas, toh saya jual nggak ada yang protes. Bahkan mereka senang dan kaget. Ya diatas Rp 1 Miliar,” Jelasnya.
Dalam proses pengerjaan pihaknya membutuhkan waktu setahun dan dapat menyelesaikan 10 mobil yang dikerjakan berkelompok, dimana 1 mobil diselesaikan 5 orang. Saat ini ia mempekerjakan 60 orang yang dominan dari mahasiswa Universitas di Bali.
“Kita hampir tidak ada tukang, ya dari mahasiswa. Kita mesti training anak yang masih fresh, jauh lebih gampang,” Katanya.
Kendala memproduksi mobil klasik yang ditemui yakni pada SDM, dan alat. Menurutnya di Indonesia tidak memiliki lembaga pendidikan khusus dalam pembuatan mobil. Mengenai alat-alat yang digunakan juga secara manual dan tidak melibatkan robot.
“Ngga ada sekolahnya di Indonesia. Mahasiswa kita ambil cara logika berpikirnya saja. Disuru kerja langsung ya tidak bisa, musti kita training dulu,” Ujarnya.
Dilanjutkan dari awal membuat mobil klasik, Puluhan mobil telah laku terjual, dimana salah satu Kolektor yang memesan karyanya saat ini adalah Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) Bambang Soesatyo yang kagum terhadap kreasi Tuksedo Studio.
“Pak Bamsoet tokoh ya, ada banyak pemesan. Orang biasa juga ada, yang saya nggak nyangka,” Jawabnya.
Selain di Bali, bengkel serupa juga terdapat di luar Bali. Namun dinilai cara pengerjaannya yang membuat berbeda di Tuxedo Studio.
“Yang membedakan cara kerjanya, disini kiat berusaha dengan cara yang benar meskipun sama-sama megang palu,” Pungkasnya.
Ia menyambut baik adanya informasi jika Tuxedo Studio akan dijadikan salah satu destinasi wisata berbasis otomotif.
“Ya boleh-boleh saja, kalau ini dirasa menarik ya silahkan. Saya senang aja, nggak ada yang saya tutupi,” Ujarnya.
Diharapkan melalui hasil karya klasik ini menjadi salah satu langkah untuk belajar membuat mobil dari sesuatu yang telah sempurna.
Pihaknya kedepan akan membuat karya dengan brand milik sendiri, tidak lagi tertuju pada mobil klasik eropa yang sudah ada.
“Next, kita bikin jangan niru Mersi, kalau bisa kita mendesain sendiri,” Harapnya.
Sementara kelayakan mengendarai mobil klasik karyanya telah dilengkapi dengan surat ‘mobil donor’ yang menurutnya juga berlaku di Negara lainnya.
“Kita pakai mobil donor dan itu berlaku di negara-negara lain. Next ini, Pak Bamsoet mengaokomodasi mau dicarikan solusi regulasinya,” Tutupnya. (kbh1)