Terdampak Pandemi di Travel Agent, Dony Berpaling Kembangkan Maggot Omzet 15 Juta Perbulan
Badung-kabarbalihits
Seorang pria di Dalung, Kuta Utara, Badung yang terdampak pandemi Covid-19 di travel agent, kini sukses menekuni budidaya Maggot berpenghasilan hingga 15 Juta per bulan.
Maggot merupakan bayi larva lalat, dari jenis Black Soldier Fly (BSF) yang mampu menguraikan sampah organik dengan sangat cepat dalam jumlah besar.
Berawal niatnya ingin membudidayakan ikan lele, Yohanes Dony Triwira Setya (31) justru jatuh hati dengan larva lalat BSF. Sehingga setelah ditekuni, budidaya Maggot dinilai sangat menjanjikan.
“Saya mau coba untuk ternak ikan lele cuma ada beberapa kesulitan, salah satunya itu di pakan. Kemudian saya coba untuk mencari pakan alternatif lain, ketemunya si Maggot BSF ini. Setelah saya tekuni lebih dalam lagi ternyata yang lebih menjanjikan ya Maggot BSF, saya tinggalkan lelenya,” Ungkapnya ketika ditemui di Maimagot Organic Farm, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung (20/8).
Belum genap satu tahun, tepatnya pada akhir Oktober 2020, Dony mengembangkan maggot menggunakan lahan yang disewanya seluas 2 are, mampu menghasilkan produk olahan pakan ayam, bebek, ikan, dan burung yang menyasar penghobi dan peternak.
“Larva Maggot BSF ini semuanya bisa jadi uang, dari telurnya, larvanya, sampai ke tahap kasgot (bekas maggot) jadinya pupuk organik. Untuk diproses ke tahap selanjutnya jadi maggot kering atau tepung maggot pun bisa, sementara disini sampai di maggot keringnya saja,” Bebernya.
Dilanjutkan, sementara untuk perhari maggot yang bisa dihasilkan sebanyak 60 Kg sampai 70 Kg kondisi fresh, itu disebabkan untuk menjaga kelangsungan siklus dari Maggot BSF tersebut.
“Berusaha untuk menjaga siklusnya supaya tetap bisa mengeluarkan perhari stabil maksimal 70 Kg perhari,” Katanya.
Untuk penjualan, Dony hanya menjual maggot Rp 10 ribu/ Kg kondisi Fresh ke peternak. Sementara untuk maggot kering dijual lebih mahal yakni Rp 20 ribu/ 50 gram, dan Rp 35 ribu/ 100 gram.
“Kalau yang kering karena ada penyusutan ada proses kelanjutan serta marketnya juga beda, harganya lebih mahal,” Jelasnya.
Mengenai siklus, diketahui pada umur 3 hari Lalat BSF sudah mulai kawin, menempuh umur 5 hari BSF sudah mulai bertelur. Sehingga telur dapat dipanen di hari ke 5 setelah menetas. Selanjutnya telur dipisahkan, dan menetas di hari ke 3.
“Setelah menetas kita menyebutnya si baby marggot, kemudian kita besarkan sampai ukuran dewasa kira-kira sekitar di umur 21 sampai 25 hari tergantung pakannya. Kemudian mereka akan bermetaformosis jadi prepupa, diumur 30 sampai 35 hari. Kemudian lanjut ke pupa di umur 40 hari, setelah itu dia akan berubah menjadi lalat setelah 5 hari. Jadi balik lagi, jadi lalat, bertelur, jadi baby maggot lagi, dan terus seperti itu,” Paparnya.
Diakui, dalam pengembangan maggot menggunakan ‘sistem patungan’ bersama temannya, dan omzet yang dihasilkan mencapai Rp15 Juta per bulan. Saat ini pihaknya hanya mampu melayani peternak maupun penghobi di daerah Bali saja.
“Bulan lalu sekitar 13 juta sampai 15 juta. Kita sistemnya patungan, teman-teman disini bersama kumpulin dana kita buat bareng-bareng. Disini kita bekerja ber-Empat,” Ujarnya.
Menurutnya kendala yang ditemukan dalam budidaya maggot saat ini, yakni karena faktor kesulitan pakan dan cuaca.
“Kita kesulitan menemukan sampah organik sebagai pakan maggotnya, karena sampah di pasar pun kurang. Kita coba cari di restoran atau hotel, sampah organik tidak terlalu banyak. Disamping karena cuaca berubah-ubah berpengaruh ke produksi telurnya,” Pungkasnya.
Diakui, dari jenis lalat yang menghasilkan maggot ini tidak sama seperti lalat pada umumnya, sehingga aroma pembusukan tidak begitu menyengat, dan tidak ada komplain dari pemukiman setempat.
“Dari sekitaran sini juga tidak ada sama sekali karena baunya juga tidak terlalu keras dan lalatnya berbeda dengan lalat rumah atau lalat hijau, kesehatan aman,” Tegasnya.
Ia berharap kepada peternak di Bali lebih mulai mengenal maggot dan berani untuk mencoba, agar tidak ketergantungan terhadap pakan pabrik, dimana harganya yang selalu mengalami peningkatan.
“Pakan pabrik harganya tiap bulan selalu naik, dengan mencoba pakan alternatif protein yang lebih tinggi. Saya harapkan juga masyarakat lebih terlibat aktif supaya sampah organik dan sampah plastik bisa dipilah dari awal sehingga kita bisa lebih mudah mendapatkan pakan dan juga pelestarian lingkungan bisa lebih terjaga,” Tutupnya. (kbh1)