
Pengelolaan Carut Marut, Batur Unesco Global Geopark Jalan Ditempat
Denpasar-kabarbalihits
Kawasan kaldera Gunung Api Batur ditetapkan sebagai salah satu warisan geologi dunia, yakni Batur Global Geopark pada tahun 2012 oleh United Nations of Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Terkait status yang diberikan, telah dibentuk Badan Pengelola Batur Unesco Global Geopark (BUGG). Namun peran Badan Pengelola BUGG selama ini dinilai belum optimal oleh beberapa kalangan, dimana hal tersebut disebabkan adanya bermacam permasalahan pada pengelolaan BUGG.
Menurut Advisor GaiaGita Consulting, yang merupakan partner marcomm BUGG, Si Ketut Dananjaya mengatakan, Bali sebagai salah satu destinasi utama di dunia memiliki Batur sebagai destinasi terbaik, namun dalam realitanya Kintamani secara keseluruhan tidak mendatangkan devisa atau PAD bagi Kabupaten Bangli sebagai pemiliknya, sebesar yang bisa dilakukan oleh daerah-daerah di Bali selatan.
Dinilai permasalahan tidak terdapat pada destinasi itu sendiri, tetapi lebih dari kurangnya koordinasi dan kooperasi diantara para pihak yang terlibat didalam pengelolaan tersebut.
“Istilahnya baik dari masyarakatnya sendiri, atau lembaga-lembaga yang ada di masyarakat, ataupun dari instansi terkait dari pemerintahan yang terlibat disana. Sehingga Batur Unesco Global Geopark (BUGG) yang merupakan salah satu destinasi utama sebenarnya diharapkan nanti di Indonesia kedepannya, sampai hari ini belum berkembang sebagaimana yang diinginkan,” Ucap Dananjaya, ketika ditemui di Denpasar, (18/3).
https://youtu.be/JzJe3apwsvM
Dananjaya yang akrab disapa Gus Danan menilai Batur Unesco Global Geopark hanya jalan ditempat bahkan mengalami kemunduran. Diungkapkan karena banyaknya permasalahan, maka diperlukan campur tangan berbagai pihak untuk membantu mengurai ‘benang kusut’ tersebut.
“Baik secara kelembagaan, ataupun secara sosial politik kemasyarakatan disana. Ada berbagai hal yang perlu untuk di campuri oleh pihak berwenang, dari Provinsi Bali, Pemkab Bangli, atau Pemerintah pusat khususnya Kementrian Pariwisata untuk bisa berkoordinasi dengan instansi lain memiliki kewenangan di areal tersebut, misalnya Kementrian lingkungan hidup dan Kehutanan,” Ujarnya.
Sementara pihaknya dari GaiaGita, hanya bertanggung jawab masalah marcomm dari BUGG, namun marcomm ataupun branding perlu ada, ketika destinasi sedang berjalan kearah yang diinginkan.
“Apabila destinasi itu sedang stagnan dengan sendirinya upaya marcomm pun belum diperlukan,” Katanya.
Ditambahkan, masalah BUGG adalah cerminan dari masih tumpang tindihnya kewenangan maupun kewajiban / tanggung jawab dari masing-masing lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah.
Secara tertulis, Dananjaya pun memaparkan berbagai masalah dan kendala yang dihadapi oleh Batur UNESCO Global Geopark (BUGG) seperti,:
1. Minimnya animo dan antusiasme masyarakat. Ini merupakan hal yang wajar karena BUGG, berbeda dengan Global Geopark lainnya, dari awal sudah merupakan destinasi pariwisata baik untuk lokal Bali, nasional maupun internasional.
2. Minimnya peran aktif Pemkab Bangli untuk menguatkan posisi tawar BUGG dalam mendapatkan ruang tumbuh kembang yang layak.
3. Museum Geologi berada dalam penguasaan Kementrian ESDM bukannya Badan Pengelola BUGG.
4. Mayoritas areal dimana situs-situs geologi berada ada dalam kekuasaan BKSDA sebagai perpanjangan tangan Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup sehingga Badan Pengelola pada dasarnya tidak memiliki cukup kewenangan untuk menata, mengelola, memelihara, apalagi mengembangkan situs-situs tersebut.
5. Tidak adanya penganggaran khusus untuk BUGG dalam arti anggaran rutin baik dari APBD Bangli, APBD Bali, APBN Indonesia, anggaran Kementrian Pendidikan Nasional, anggaran Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan berbagai pihak lainnya, sehingga BUGG benar-benar harus bergantung kepada retribusi. Hal ini menyebabkan konflik antara kepentingan pragmatis dan kepentingan jangka panjang.
Ditegaskan, adanya keberlanjutan atau tidak kawasan kaldera Gunung Api Batur sebagai Geopark oleh Unesco, dinilai bukan hal yang penting.
“Yang lebih penting Gunung Batur, Danau Batur dan masyarakat sekitarnya mendapatkan manfaat dari Karunia alam yang ada ini. Dalam salah satu bentuk nyata yang bisa dilakukan lewat Geopark ini tapi dengan cara lain juga tidak masalah, tapi dia tidak boleh mengalami stagnan seperti sekarang ini, tidak ada kejelasan antara kepentingan bisnis pragmatis yang kurang lebih merusak alam,” Imbuhnya. (kbh1)