Khawatir Timbulkan Kerusakan Alam, Komisi IV DPR RI Tolak Hutan di Taman Nasional Bali Barat Jadi Bandara Bali Utara
Jembrana – kabarbalihits
Rencana penggunaan kawasan hutan di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) sebagai bagian lokasi pembangunan Bandara Bali Utara tampaknya tidak akan berjalan mulus, pasalnya Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, lingkungan hidup, kehutanan dan kelautan belum memberikan restunya terhadap Bandara yang direncanakan akan melayani 24 juta penumpang tiap tahunnya. Namun demikian Komisi IV DPR RI tetap meminta adanya kajian komprehensif terlebih dahulu sebab dikhawatirkan pembangunan bandara di kawasan ini akan menggangu ekosistem hutan tersebut.
Hal ini terungkap dalam Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, lingkungan hidup, kehutanan dan kelautan, ke Taman Nasional Bali Barat (TNBB) untuk meninjau calon lokasi Bandara Bali Utara di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Selasa (16/2/2021). Rombongan dipimpin Ketua Komisi IV DPR RI Sudin didampingi sejumlah anggota, salah satunya legislator dapil Bali yakni AA Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra).
Dalam kunjungan kerja ini yang berlangsung di Wantilan Taman Nasional Bali Barat tersebut, perwakilan dari Dinas Perhubungan Provinsi Bali menjelaskan posisi terakhir rencana lokasi Bandara Bali Utara di Desa Sumberklampok. Total luas areal bandara disebutkan mencapa 612 hektar, dengan seluas 310 hektar untuk terimal dan landasan pacu dimana membutuhkan lawasan seluas 64 hekter di kawasan Taman Nasional Bali Barat.
Terkait rencana lokasi bandara ini, Gubernur Bali Wayan Koster sudah melayangkan permohonan rekomendasi ke Kementerian Agaria dan Tata Ruang serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai kesesuaian tata ruang dan penggunaan kawasan hutan.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengaku pihaknya sangat mendukung pembangunan di Bali seperti rencana Bandara Bali Utara ini. Namun ia mengingatkan jangan sampai pembangunan ini merusak alam apalagi merambah kawasaan hutan di Taman Nasional Bali Barat. Terlebih Gubernur Bali Wayan Koster mengusung visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang katanya berpihak kepada pelestarian alam Bali.
“Saya dukung pembangunan tapi tolong jangan merusak alam. Saya yakin saudara-saudara saya di Bali, untuk perlindungan alam nomor satu,” tuturnya.
Sudin pun mengingatkan alam bisa murka dan tidak akan menjaga manusia lagi jika manusia tidak bisa menjaga alam. “Kalau kita tidak menjaga alam, yakin alam tidak akan menjaga kita,” pesan legislator asal Lampung ini.
Ia juga mengaku kecewa, heran dan tidak habis pikir kenapa sampai rencana lokasi Bandara Bali Utara berubah dari kajian awal di Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng menjadi ke Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
“Kok lokasinya berubah? Kok tiba-tiba pindah? Ini ada apa? Seolah-olah kajian awal tidak tepat. Mohon maaf saya harus berkata apa adanya. Saya kecewa dengan perubahan ini,” keluhnya.
Sudin pun mengingatkan pembangunan Bandara Bali Utara ini jangan sampai merusak alam dengan ditunggangi para cukong dan investor spekulan yang hanya ingin mendapatkan keuntungan pribadi dari pembangunan megaproyek ini tanpa memperhatikan kelestarian alam dan keberlangsungan ekosistem di Taman Nasional Bali Barat. “Kalau pemerintah spekulan, banyak yang masuk. Para cukong itu tidak pikirkan alam,” pesannya mewanti-wanti.
Taman Nasional Bali Barat jika ditetapkan sebagai calon lokasi Bandara Bali Utara selain harus menghadapi masalah kepunahan, tingkat kebisingannya pun juga sangat tinggi yang akan mempengaruhi kehidupan satwa liar di kawasan ini.
“Bandara ini katanya akan melayani 24 juta penumpang tiap tahun berarti satu bulan 2 juta, dibagi 30 hari, bisa dibayangkan seberapa bisingnya tiap hari. Kan bising sekali. Yang namanya burung langka, binatang langka sangat sensitif sekali. Jangankan dengar suara pesawat yang kencang, denger suara mobil saja pasti lari, pasti stress dan bisa mati,” beber Politisi PDI Perjuangan ini.
Karena itu Komisi IV DPR RI meminta agar segera dibuatkan kajian sedetail mungkin dan dilaporkan ke Komisi IV DPR RI, baru kemudian akan ditinjau lagi apakah memungkinkan kawasan hutan di Taman Nasional Bali Barat ini dijadikan bagian lokasi bandara. Itu pun jika tidak mengacam kepunahan satwa langka di taman nasional yang menjadi habitat burung langka asli Bali yakni curik Bali atau jalak Bali.
“Solusinya saya mau lihat dulu kajiannya. Kalau saya pribadi tidak setuju kalau taman nasional ini akan dijadikan bandara. Setelah ada kajian, akan dibahas dan ditinjau baru memutuskan sesuatu,” pungkas Sudin.
Hal senada ditegaskan Anggota Komisi IV DPR RI dapil Bali AA Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) yang menyatakan khawatir ekosistem di Taman Nasional Bali Barat ini akan terganggu jika dijadikan lokasi bandara baru. Satwa liar dan satwa langkah di dalamnya seperti curik Bali dikhawatirkan akan punah ketika habitat aslinya terganggu.
“Ada ratusan jenis satwa liar di Taman Nasional Bali Barat ini dan yang paling membanggakan curik Bali. Jangan sampai dengan adanya bandara, curik Bali hanya ada di rumah rumah penduduk, di rumahnya sendiri di hutan di taman nasional ini tidak ada lagi,” pesan politisi yang akrab disapa Gus Adhi ini.
Anggota Fraksi Golkar DPR RI ini juga mengingatkan pembangunan bandara baru penting tapi jangan sampai merusak alam. Gus Adhi mendesak harus ada kajian detail. Dampak kerusakan lingkungan dan terganggunya ekosistem di Taman Nasional Bali Barat juga harus jadi pertimbangan.
Politisi Golkar asal Jero Kawan Kerobokan Kuta Utara Badung ini juga mengingatkan opsi lokasi bandara di Kubutambahan bisa saja dikaji dan dimatangkan kembali serta permasalahan yang ada bisa diselesaikan. “Kajian tahun 2018 sangat mantap sekali di Kubutambahan. Kalau ada masalah dengan pihak ketiga, clear-kan saja,” pungkas politisi yang juga Ketua Depidar (Dewan Pimpinan Daerah) SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia) Provinsi Bali dan Ketua Harian Depinas (Dewan Pimpinan Nasional) SOKSI ini. (kbh6)