Saksi Ahli Bahasa Ulas Postingan Jerinx ‘IDI Kacung WHO’
Denpasar – kabarbalihits
Sidang perkara dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx kembali digelar tatap muka. Sidang yang berlangsung di ruang Cakra PN Denpasar, mengagendakan pemeriksaan ahli dari JPU sebanyak 4 orang, Kamis (15/10).
Seperti dijelaskan Ketua PN Denpasar Sobandi sebelumnya, awak Media diberikan ruang khusus untuk meliput proses persidangan Jerinx di ruang sidang Sari, dengan fasilitas pelengkap layar proyektor untuk melihat proses persidangan.
Pada Sidang menghadirkan Saksi ahli pertama Wahyu Adi Wibowo, yakni ahli bahasa dan sastra inggris yang bertugas di Balai Bahasa Provinsi Bali.
Awalnya kuasa hukum Jerinx keberatan terhadap saksi ahli yang berlatar belakang pendidikan formal sastra inggris, karena dalam hal ini, yang diperkarakan memakai bahasa indonesia.
Dilanjutkan dalam keterangannya, saksi ahli memberikan pandangan terkait postingan Jerinx tanggal 13 dan 15 Juni 2020.
Pada postingan tanggal 13 Juni yang berbunyi, “Gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan Rumah sakit dengan seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan tes Covid-19, sudah banyak bukti jika hasil tes sering ngawur kenapa dipaksakan? kalau hasil tesnya bikin stres dan menyebabkan kematian pada bayi/ibunya siapa yang tanggung jawab?”
Postingan tersebut dilengkapi caption di kolom komentar. “BUBARKAN IDI! Saya gak akan berhenti menyerang kalian ikatan dokter indonesia sampai ada penjelasan perihal ini!
“Sudah jelas pihak yang dituju (IDI), ada satu kata kacung yang bermakna menganggap IDI adalah pihak yang bisa disuruh-suruh saja,” Ungkapnya.
Dikatakan, untuk memaknai setiap kata harus bedasarkan konteks yang ada.
Dalam segi bahasa, menurutnya kata kacung berarti pesuruh atau pelayan.
“Ini pemaknaan dari kata kacung, lalu IDI dianggap sebagai kacung, secara keseluruhan kacung adalah orang atau pihak yang disuruh suruh,” Jelasnya.
Dilanjutkan ia membahas pada kolom komentar, mengenai kalimat ‘BUBARKAN IDI! Yang berarti menginginkan IDI untuk dibubarkan.
“Kata kuncinya adalah bubarkan, kemudian yang kedua adalah tidak akan berhenti menyerang. Kalau tidak salah yang pertama bubarkan, mengandung makna bahwa pemosting atau yang membuat pernyataan itu merasa menginginkan agar IDI dibubarkan karena dianggap tidak penting” Katanya.
Mengenai kalimat yang diakhiri dengan emoticon Babi, dari segi bahasa dianggap bermakna sebuah ejekan penghinaan.
“Babi selain bermakna binatang, jika ditulis dalam tulisan ‘babi’ juga bermakna ejekan kasar, di KBBI juga menjelaskan itu” Ujarnya.
Selanjutnya ia mengulas terkait postingan 15 Juni 2020, yang berbunyi, “Tahun 2018 ada 21 dokter Indonesia yang meninggal. ini yang terpantau oleh media saja ya. sayang ada konspirasi busuk yang mendramatisir situasi seolah dokter meninggal hanya tahun ini agar masyarakat ketakutan berlebihan tehadap covid. saya tahu dari mana? silakan salin semua link yang ada di foto, post di FB/IG anda, lalu lihat apa yang terjadi? masih bilang covid-19 bukan konspirasi? wake the f**k up Indonesia”.
“Disini dijelaskan tahun 2018 ada 21 dokter Indonesia yang meninggal, ini sebuah pernyataan yang dikemukakan oleh terlapor,” Ucapnya. “Saya langsung ke kata kuncinya, di sini ada kata konspirasi busuk jadi ada anggapan bahwa ada konspirasi atau persekongkolan busuk yang mendramatisir atau menjadikan situasi tersebut seolah-olah dokter hanya meninggal di tahun ini saja” Paparnya.
“Pemosting menganggap hal tersebut adalah konspirasi yang bisa persekongkolan yang tidak baik yang mengatakan atau mendramatisir bahwa hanya dokter hanya meninggal di tahun ini tahun 2018 sebelumnya tidak di anggap” Imbuhnya.
Ketika ahli bahasa ini selesai memberikan kesaksiannya, ia enggan menanggapi pertanyaan awak media di luar persidangan. (kbh1)