October 26, 2024
Seni Budaya

Dharma Penuntun Ida Pandita Dukuh Acharya Dhaksa, Jelang Ngusaba Desa dan Pujawali di Pura Penataran Agung Penatih

Denpasar-kabarbalihits

Dalam rangka persiapan karya Ngusaba Desa dan Pujawali di Pura Penataran Agung Penatih Ngedasa, yang puncaknya akan berlangsung pada 13 Mei 2025 mendatang, Krama Desa Adat Penatih, Denpasar Timur, menghadiri acara Dharma Penuntun. Acara ini diadakan pada Sabtu, 13 Juli 2024, dengan menghadirkan narasumber Ida Pandita Dukuh Acharya Dhaksa.

Bendesa Adat Penatih, I Wayan Ekayana, turut hadir dan memberikan sambutan dalam acara tersebut. Ia menyatakan bahwa Dharma Penuntun ini merupakan awal dari rangkaian persiapan karya, bertujuan untuk mendapatkan petunjuk agar pelaksanaan karya nanti berjalan dengan baik dan sesuai harapan.

“Dharma Penuntun ini diharapkan dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada Krama Desa Adat Penatih sehingga seluruh rangkaian kegiatan Ngusaba Desa dan Pujawali dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai harapan,” ujar Bendesa.

Ida Pandita Dukuh Acharya Dhaksa, dalam penjelasannya, menyebutkan bahwa dasar hukum dalam melaksanakan Ngusaba Desa adalah lontar yang mengatur terkait dengan karya Ngusaba, yakni lontar “Indik Usaba”. Lontar ini memuat banyak keputusan dari kerajaan zaman dahulu di Bali dalam pelaksanaan Usaba di masing-masing Parahyangan. Dengan berkembangnya desa adat di Bali, beberapa desa masih melaksanakan tradisi ini, sementara lainnya sudah melupakan. Oleh karena itu, edukasi tentang Usaba, yang berasal dari kata “Saba” yang berarti rapat atau berkumpul, sangat penting.

“Usaba adalah pertemuan oleh para susuhunan di masing-masing Parahyangan di desa. Pertemuan ini bertujuan untuk menyamakan ketidakseragaman dalam pengambilan tingkat upacara, termasuk terkait dengan pembiayaan. Sehingga ketika ada Usaba, akan ada aturan yang sama terkait dengan persembahan,” jelas Ida Pandita.

Ida juga menekankan bahwa warga Desa Penatih harus berbangga menjadi Krama Desa Penatih. Penatih telah banyak mempelopori jalan-jalan keagamaan di Bali, termasuk aturan bebantenan di desa Penatih yang 85% sudah sesuai dengan Plutuk.

Baca Juga :  Ajang Seni Sarwaprani, Gus Tolet Harapkan Pemerintah Terlibat Lindungi Karya Seni di Bali

Ida Pandita menambahkan bahwa Usaba bukanlah karya Ngenteg Linggih maupun Tawur. Usaba adalah aktivitas mempersembahkan kepada Ida Bhatara dalam wujud yang lebih besar dan bersama-sama, berbeda dengan piodalan yang dilaksanakan setiap 6 bulan yang hanya persembahan kepada sesuhunan pokok saja. Pada saat Ngusaba, persembahan dilakukan kepada semua susunan, termasuk yang ada di rumah masing-masing.

“Setelah tiga kali melaksanakan Ngusaba, baru dilaksanakan karya Ngenteg Linggih. Pada saat tersebut baru dilaksanakan karya Tawur serta upacara lainnya seperti mapedanan dan mekebat daun. Namun demikian, karya Ngusaba sudah termasuk Mepedudusan Agung karena menggunakan wewalungan berupa kerbau, hanya saja tidak diikuti dengan kegiatan Tawur,” tambahnya.

Menurut Ida Pandita, karya Ngusaba ini memberikan pembelajaran bagi umat Hindu untuk diwariskan kepada anak cucu, serta memberikan edukasi terkait pelaksanaan upacara yang dilaksanakan di Pura secara berkelanjutan.

Ia juga menyebutkan bahwa Pura Penataran Agung Penatih adalah pura yang sangat istimewa. Karena keistimewaannya tersebut, tidak satu sulinggih pun yang diperbolehkan mepuja di jeroan pura. Pura ini juga masih menyimpan pusaka terbaik di Bali, yakni Ki Brahmana bersama pengiringnya, dan Siwa Prana yang masih diwarisi hingga saat ini. (kbh2)

Related Posts