Hotman Paris Nyatakan Pungutan SPI Unud Bukan Tindak Pidana Korupsi, Diduga Ada Sentimen Pribadi
Denpasar-kabarbalihits
Wakil dari tim penasihat hukum Rektor Universitas Udayana (Unud) non aktif, Prof. I Nyoman Gde Antara, Hotman Paris Hutapea menyatakan bahwa perkara yang dituduhkan ke kliennya bukan bentuk dari tindak pidana korupsi.
Terpenting baginya pada Perkara Dugaan Korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana Tahun 2018 – 2022, masuknya nilai uang sebesar Rp 274 Miliar ke rekening Universitas Udayana dianggap sebagai kerugian negara pada surat dakwaan JPU. Namun JPU tidak menguraikan siapa penikmat dari nilai kerugian tersebut.
“yang menikmati siapa?, tidak ada kata-kata dalam surat dakwaan bahwa terdakwa menikmati uang tersebut. Sepertinya kata kerugian negara itu hanya dicantumkan secara formalitas. Karena kata Jaksa uang semuanya terkumpul di rekening Bank. Tidak ada bukti apapun diuraikan,” kata Hotman Paris usai Persidangan Eksepsi terdakwa terhadap surat dakwaan Penuntut Umum, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Denpasar, Selasa (31/10/2023).
Tidak hanya Universitas Udayana, seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia dikatakan melakukan hal serupa dengan memungut dana SPI. Sehingga pengacara nyentrik ini mempertanyakan keberadaan Rektor diseluruh Indonesia bisa dijadikan terdakwa.
Menurutnya jika tidak diuraikan kerugian negara dalam surat dakwaan tersebut, maka perkara tidak boleh dilanjutkan, batal demi hukum.
“sudah terlambat bagi Jaksa menguraikan, karena dalam surat dakwaan tidak ada sama sekali,” ujarnya.
Diduga surat dakwaan ini sengaja dibuat oleh oknum yang sentimen terhadap terdakwa, datang dari oknum aparat tinggi di Bali.
“banyak yang meminta koleganya diluluskan, dan ini tidak semua yang diluluskan. Bahkan dibacakan oleh terdakwa, ada anak kolega dari salah seorang aparat hukum sudah diluluskan minta gratis SPI. Itu ditolak karena sudah standar harus bayar. Itu salah satu penyebabnya,” jelasnya.
Kembali dijelaskan Hotman, salah satu unsur perkara dari kasus korupsi adalah adanya uraian kerugian negara berupa uang atau barang, bukan potensial kerugian.
“putusan Mahkamah Konstitusi mengatakan harus nyata, potensial kerugian tidak bisa. Harus diuraikan, berapa jumlahnya harus berbanding lurus dengan jumlah kerugian negara. Ini satu sen pun tidak ada,” imbuhnya. (kbh1)