September 17, 2024
Daerah Peristiwa

Diklaim BTID, Akses Jalan Sisi Timur Kampung Bugis Serangan Ditutup

Denpasar-kabarbalihits 

Bukan tanpa sebab, pengacara Siti Sapurah menutup akses Jalan sisi timur Serangan pada Rabu siang (9/3/2022). Hal ini menyusul adanya pernyataan dari pihak PT Bali Turtle Island Development (BTID) menyebut bahwa tanah tersebut adalah milik BTID berdasarkan sertifikat SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor SK.480/Menlhk-Setjen/2015 dan diduga membangun jalan diatas lahan seluas 7 are di Desa Serangan yang secara hukum adalah milik Siti Sapurah. 

Akses Jalan sisi timur berdampingan dengan lahan Siti Sapurah di kawasan kampung Bugis ditutup dengan tumpukan batako setinggi tiga susun. Sehingga warga setempat terpaksa berbalik arah mencari jalan lain untuk masuk maupun keluar di areal Serangan. 

Ditemui di Kantornya, Siti Sapurah akrab disapa Ipung ini menjelaskan, jalan tersebut ditutup setelah mengetahui pihak BTID menyampaikan surat ke pihak Desa Adat Serangan mempunyai tanah di areal eks eksekusi. 

“Bukan cuma itu, yang kedua awalnya juga Desa Adat juga mengklaim punya tanah di sekitar areal eksekusi. Saya berpikir kenapa semua merebut tanah saya. Sampai saya pernah bilang sama Desa Adat, kalau tanah itu diukur lebih dari 112 Are silahkan ambil. Tapi kalau kurang dari 112 Are jangan diklaim, karena saya punya putusan penetapan pengadilan negeri tahun 1974,” Ucap Ipung.

Pemilik Lahan, Siti Sapurah

Sebelumnya Ipung juga menyampaikan kepada pihak Desa Adat Serangan untuk merespon atas permasalahan ini. 

“Saya tanyakan ke mereka, itu tanah siapa? Ya tanahnya Sapurah. Kalau gitu kenapa tidak memberitahu saya kalau tanah saya dijadikan jalan. Alasannya hanya melanjutkan proses dari jero Bendesa sebelumnya. Yang tanda tangan siapa? Kan jero Bendesa yang sekarang, kan tidak bisa cuci tangan begitu,” Tuturnya. 

Ipung merasa ketidakadilan menimpa dirinya, sebab disebelah tanahnya diakui sebagai hak milik, sedangkan tanah miliknya dinyatakan milik areal BTID. 

“Itu kan nggak adil buat saya. Saya bukan orang yang pelit, saya bukan orang yang ingin melakukan kekerasan. Fasilitas umum semua harus dukung tapi jangan dong itu tanah kurang lebih 7 are. Kalau cuma 1 meter, 2 meter aku ikhlaskan, asalkan ada pembicaraan tapi ini kan tidak ada. Bahkan diklaim bukan tanah saya,” Tegasnya. 

Kembali diceritakan, pada tahun 1957 orang tua Ipung yakni almarhum Daeng Abdul Kadir membeli dua bidang tanah yang terletak di Kampung Bugis, Serangan.

Tanah tersebut dibeli almarhum ayahnya dari almarhum Sikin, ahli waris dari H. Abdurahman yang merupakan mantan Kepala Desa Serangan pada saat itu.

Dua bidang tanah yang dibeli terdiri dari pipil nomor 2, persil nomor 15c memiliki luas 0,995 hektar dan tanah dengan pipil nomor 2, persil nomor 15a memiliki luas 1,12 hektar.

Seiring waktu, ada sejumlah pihak mencoba menguasai lahan itu dengan alasan bahwa tanah tersebut diperoleh secara hibah dari almarhum Cokorda Pemecutan.

Berbekal dokumen kepemilikan yang sah, Siti Sapurah selaku ahli waris kemudian melakukan eksekusi lahan yang telah dikuasai sejumlah oknum masyarakat pada 2017.

Setelah dieksekusi, tanah yang sebagian besar telah diisi bangunan rumah oleh para oknum tersebut kemudian diratakan.

Sehingga, klaim sepihak PT BTID berdasarkan SK.480/Menlhk-Setjen/2015 atas tanah miliknya dianggap tidak masuk akal.

“Daeng Abdul Kadir membeli tanah pada tahun 1957, sementara BTID mengklaim berdasarkan SK tahun 2015. BTID sendiri baru masuk dan melakukan reklamasi Desa Serangan pada tahun 1996. Masuk akal nggak tiba-tiba BTID mengklaim bahwa tanah eks eksekusi milik mereka,” Ujarnya.

Saat di lokasi penutupan jalan, Bendesa Adat Serangan I Made Sedana mengaku kaget melihat jalan sisi timur Kampung Bugis Serangan ditutup. Ia berharap agar dilakukan koordinasi kepada instansi terkait. 

“Dalam hal ini pemerintah, desa, BTID, terkait yang mempunyai bukti-bukti kepemilikan. Saya ini menjadi Bendesa sudah mendapatkan jalan yang sudah ada, jadi kemimpinan jero bendesa tinggal melanjutkan yang sudah ada,” Katanya. 

Baca Juga :  Bakar Sampah Ditinggal Pergi, Rumah Kosong dan 2 Pelinggih di Sekar Tunjung dilalap Jago Merah

Jero Bendesa tidak mengetahui asal usul kepemilikan tanah yang dijadikan jalan ini. Pada saat itu disebut kondisi jalan tidak diaspal, setelah dikukuhkan menjadi Bendesa dinyatakan jalan ini diaspal mendapat bantuan dari Pemerintah.

“Hanya sebatas itu yang kami tahu, tapi sebelum itu kami tidak tahu asal usul tanah milik siapa, dari siapa, kami tidak salah,” Jelasnya.

Sepengetahuannya, lahan ini adalah pemberian dari BTID namun ia menginginkan diadakan mediasi untuk kebenaran pemilik lahan sebenarnya. 

“Biar kami tidak salah, kami menunggu masyarakat kami biar dalam hal ini pemerintah yang memanggil kita dari pihak desa, BTID dan yang mengklaim lahan ini,” Imbuhnya. (kbh1) 

Related Posts